KOMISI PEMILIHAN UMUM DAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Tata Negara
Oleh dosen pengampu : Drs. Imron Rosyadi, M.Ag.
/media/CHARIST-EAS/logo-logo penting/unmuh surakarta.jpg
disusun oleh :
Haris Firmansyah I 000090015
Yeni Wahyuningsih I 000070027
JURUSAN SYARI’AH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
Komisi Pemilihan Umum
1. Sejarah Komisi Pemilihan Umum.
Secara institusional, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi 1998. KPU pertama (1999- 2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Prof. DR. Ir. Syamsul Bahri, M.S yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum.
Tepat 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan DPR untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara pemilu, KPU dituntut independen dan non-partisan.
Untuk itu atas usul insiatif DPR RI menyusun dan bersama pemerintah mengesahkan UU Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya keberadaan penyelenggara Pemilu terdapat dalam Pasal 22 E Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu juga mengatur kedudukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara Pemilu yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan Pemilu dalam rangka mengawal terwujudnya Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dalam rangka mewujudkan KPU dan Bawaslu yang memiliki integritas dan kredibilitas sebagai Penyelenggara Pemilu, disusun dan ditetapkan Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Agar Kode Etik Penyelenggara Pemilu dapat diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum, dibentuk Dewan Kehormatan KPU, KPU Provinsi, dan Bawaslu.
Di dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD, jumlah anggota KPU adalah 11 orang. Dengan diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, jumlah anggota KPU berkurang menjadi 7 orang. Pengurangan jumlah anggota KPU dari 11 orang menjadi 7 orang tidak mengubah secara mendasar pembagian tugas, fungsi, wewenang dan kewajiban KPU dalam merencanakan dan melaksanakan tahap-tahap, jadwal dan mekanisme Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden/Wakil Presiden dan Pemilu Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, komposisi keanggotaan KPU harus memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen). Masa keanggotaan KPU 5 (lima) tahun terhitung sejak pengucapan sumpah/janji saat pelantikan.
2. Asas penyelenggaraan pemilu.
Penyelenggaraan Pemilu berpedoman kepada asas : mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas.
3. Sistematika Pemilihan Anggota KPU.
Sistematika pemilihan calon anggota KPU menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu adalah Presiden membentuk Panitia Tim Seleksi calon anggota KPU tanggal 25 Mei 2007 yang terdiri dari lima orang yang membantu Presiden menetapkan calon anggota KPU yang kemudian diajukan kepada DPR untuk mengikuti fit and proper test. Sesuai dengan bunyi Pasal 13 ayat (3) Undang-undang N0 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu, Tim Seleksi Calon Anggota KPU pada tanggal 9 Juli 2007 telah menerima 545 orang pendaftar yang berminat menjadi calon anggota KPU. Dari 545 orang pendaftar, 270 orang lolos seleksi administratif untuk mengikuti tes tertulis. Dari 270 orang calon yang lolos tes administratif, 45 orang bakal calon anggota KPU lolos tes tertulis dan rekam jejak yang diumumkan tanggal 31 Juli 2007.
Panitia Tim Seleksi Calon Anggota KPU memilih 21 (dua puluh satu) nama bakal calon anggota KPU dan menyampaikannya kepada Presiden RI, selanjutnya Presiden menyampaikan 21 nama bakal calon anggota KPU kepada DPR RI untuk mengikuti fit and proper test. DPR melakukan fit and proper test.dari tanggal 1 s/d tanggal 3 Oktober 2007. Akhirnya Komisi II DPR RI memilih dan menyusun urutan peringkat 21 (dua puluh satu) nama calon anggota KPU.
DPR melalui voting memilih 7 (tujuh) peringkat teratas dalam urutan peringkat satu sampai urutan ke 7 (tujuh) sebagai anggota KPU terpilih yaitu :
1.Prof. Dr. H. Abdul Hafiz Anshary Az, MA (43 suara) mantan Ketua KPU Provinsi Kalimantan Selatan;
2.Sri Nuryanti, Sip. MA (42 suara), peneliti LIPI;
3.Dra. Endang Sulastri, M.Si (39 suara), aktivis perempuan;
4.I Gusti Putu Artha, Sp, M.Si (37 suara), Anggota KPU Provinsi Bali;
5.Prof. Dr. Ir. Syamsul Bahri, M.S (36 suara), Dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang;
6.Dra. Andi Nurpati, M.Pd (29 suara), Guru MAN I Model Bandar Lampung;
7.Drs. H. Abdul Aziz, MA (27 suara), Direktur Ditmapenda, Bagais, Departemen Agama;
Nama ke 7 (tujuh) peringkat teratas anggota KPU terpilih, disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 9 Oktober 2007. Namun hanya 6 (enam) orang yang dilantik dan diangkat sumpahnya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 23 Oktober 2007. Sedangkan Prof. Dr. Ir. Syamsul Bahri M.S. urung dilantik karena terlibat persoalan hukum.
4. Tugas Anggota KPU.
Ada 7 (tujuh) tugas berat Pemilu 2009 menanti anggota KPU yaitu :
1. Merencanakan program, anggaran serta menetapkan jadwal Pemilu;
2.Penyesuaian struktur organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal KPU paling lambat 3 bulan sejak pelantikan anggota KPU;
3.Mempersiapkan pembentukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) paling lambat 5 (lima) bulan setelah pelantikan anggota KPU;
4.Bersama-sama Bawaslu menyiapkan kode etik, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Bawaslu terbentuk;
5.Memverifikasi secara administratif dan faktual serta menetapkan peserta Pemilu;
6.Memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih tetap;
7.Menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan barang dan jasa Pemilu.
5. Pemilu DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004
Pemilu 2004 menganut sistem Pemilu proporsional terbuka di mana beberapa kursi diperebutkan dalam suatu daerah pemilihan. Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Cara ini belum pernah diterapkan pada pemilu-pemilu sebelumnya, walaupun secara teknis tidak jauh berbeda. Dalam sistem ini hak suara pemilih terwakili secara proporsional karena di dalam surat suara tercantum nama Parpol dan nama calon.
Dalam penyelenggaraan Pemilu, KPU bekerja berdasarkan tahapan jadwal Pemilu Legislatif dan tahapan jadwal Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Tahapan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2004 berdasarkan jadwal yang dikeluarkan KPU sepeti pendaftaran Pemilih dan Pendaftaran Penduduk Berkelanjutan, Pemetaan daerah pemilihan dan penetapan jumlah kursi DPR dan DPRD, pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah DPR, DPD, DPRD, penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), proses pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2004 dan kampanye peserta Pemilu.
Untuk mengawasi jalannya Pemilu, dibentuk Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) berkedudukan di ibukota Republik Indonesia.Di samping Panwaslu ada juga pemantau pemilu baik dari dalam maupun dari luar negeri. Pemantau Pemilu dari dalam negeri mempunyai struktur organisasi berjenjang dari pusat hingga ke daerah yang akreditasinya diberikan oleh KPU. Secara keseluruhan terdapat 112 lembaga pemantau Pemilu yang mendaftar untuk berpartisipasi sebagai pemantau, dengan rincian 90 berasal dari Pemantau dalam negeri dan 22 berasal dari Pemantau luar negeri yang lulus akreditasi dan mendapat sertifikat sebagai Pemantau Pemilu 2004.
Pemerintah AS memuji rakyat Indonesia atas keberhasilan melewati masa transisi menuju demokrasi secara mengesankan. Indonesia juga telah sukses menyelesaikan tahapan-tahapan Pemilu tahun 2004 ini, mulai dari Pemilu Legislatif April lalu, kemudian Pilpres putaran pertama Juli, hingga Pilpres putaran terakhir 20 September lalu dengan damai. Pelaksanaan Pemilihan Umum 2004 di Indonesia itu membuka mata dunia bahwa demokrasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia. Selain sebagai negara Muslim terbesar di dunia dan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Pemilu di Indonesia juga harus melakukan pemilihan terhadap ribuan calon legislatif dan menyelenggarakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
6. Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum.
KPU mempunyai tugas, wewenang dan kewajiban untuk mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan Pemilu DPR, DPD dan DPRD, Pemilu Presiden/Wakil Presiden serta Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Termasuk merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal; menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN serta menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Guna mendukung tercapainya sasaran tersebut anggota KPU dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal KPU yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal KPU dan Wakil Sekretaris Jenderal KPU yang secara teknis operasional bertanggung jawab kepada KPU. Sekretaris Jenderal KPU dan Wakil Sekretaris Jenderal KPU mengkoordinasikan 7 (tujuh) Biro di lingkungan Setjen KPU.
Untuk mengelola administrasi keuangan serta pengadaan barang dan jasa berdasarkan peraturan perundang-undangan, pimpinan KPU membentuk alat kelengkapan berupa divisi-divisi dan Ada pula Koordinator Wilayah (Korwil) yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
DIVISI KOMISI PEMILIHAN UMUM
Divisi Teknis Penyelenggaraan : Dra. Andi Nurpati, M.Pd
Divisi Perencanaan Program, Keuangan Dan Logistik : Drs. Abdul Aziz , M.A
Divisi Hukum dan Pengawasan : I Gusti Putu Artha , SP. MSi
Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan PSDM : Dra. Endang Sulastri, M.Si
Divisi Humas,Data Informasi & Hub Antar Lembaga: Sri Nuryanti, S.IP, MA
Divisi Umum dan Organisasi : Prof. Dr. Abdul Hafiz Anshary AZ, MA
KOORDINATOR WILAYAH KOMISI PEMILIHAN UMUM
Korwil Sumatera I : Prof. Dr. Abdul Hafiz Anshary AZ, MA
Korwil Sumatera II : Drs. Abdul Aziz , M.A
Korwil Jawa : Dra. Endang Sulastri, M.Si
Korwil Kalimantan dan Maluku : I Gusti Putu Artha , SP. Msi
Korwil Sulawesi : Dra. Andi Nurpati, M.Pd
Korwil Bali, Nusa Tenggara dan Papua : Sri Nuryanti, S.IP, MA
Lokasi Kantor Pusat KPU.
Kantor pusat KPU terletak di Jl. Imam Bonjol No. 29 Jakarta 10310.
Telp 021-31937223. Fax 021-3157759.
Email : redaktur@kpu.go.id.
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
1.Pendahuluan.
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi di Indonesia yang dibentuk pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ketua KPK adalah Antasari Azhar (Non Aktif), saat ini KPK dipimpin secara kolektif.
Gedung KPK saat ini ada di kawasan Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Indonesia.
2. Sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia.
2.1. Masa orde lama.
Pada masa Orde Lama, tercatat dua kali dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi. Yang pertama, dengan perangkat aturan Undang-Undang Keadaan Bahaya. Lembaga ini disebut Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran). Badan ini dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota, yakni Profesor M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Kepada Paran inilah semua pejabat harus menyampaikan data mengenai pejabat tersebut dalam bentuk isian formulir yang disediakan. Mudah ditebak, model perlawanan para pejabat yang korup pada saat itu adalah bereaksi keras dengan dalih yuridis bahwa dengan doktrin pertanggungjawaban secara langsung kepada Presiden, formulir itu tidak diserahkan kepada Paran, tapi langsung kepada Presiden. Diimbuhi dengan kekacauan politik, Paran berakhir tragis, deadlock, dan akhirnya menyerahkan kembali pelaksanaan tugasnya kepada Kabinet Djuanda.
2.2. Operasi Budhi.
Pada 1963, melalui Keppres No. 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk lagi A.H. Nasution, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan, dibantu oleh Wiryono Prodjodikusumo dengan lembaga baru yang lebih dikenal dengan Operasi Budhi. Kali ini dengan tugas yang lebih berat, yakni menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan praktek korupsi dan kolusi.
2.3. Orde Baru.
Pada masa awal Orde Baru, melalui pidato kenegaraan pada 16 Agustus 1967, Soeharto terang-terangan mengkritik Orde Lama, yang tidak mampu memberantas korupsi dalam hubungan dengan demokrasi yang terpusat ke istana. Pidato itu seakan memberi harapan besar seiring dengan dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang diketuai Jaksa Agung. Namun ternyata ketidakseriusan TPK mulai dipertanyakan dan berujung pada kebijakan Soeharto untuk menunjuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa, seperti Prof Johannes, I.J. Kasimo, Mr Wilopo, dan A. Tjokroaminoto.
2.4. Era Reformasi.
Di era reformasi, usaha pemberantasan korupsi dimulai oleh B.J. Habibie dengan mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme berikut pembentukan berbagai komisi atau badan baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), KPPU, atau Lembaga Ombudsman. Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid, membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Namun, di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim ini, melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan dengan logika membenturkannya ke UU Nomor 31 Tahun 1999. Nasib serupa tapi tak sama dialami oleh KPKPN, dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi, tugas KPKPN melebur masuk ke dalam KPK, sehingga KPKPN sendiri hilang dan menguap. Artinya, KPK-lah lembaga pemberantasan korupsi terbaru yang masih eksis.
3. KPK di bawah Taufiequrachman Ruki (2003-2007)
Beliau lahir di Rangkasbitung, Banten, 18 Mei 1946 dan menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Untag, Jakarta tahun 1987. Taufiq yang pangkat terakhirnya Irjen Polisi ini, beristri Atti Risaltri Suriagunawan.
Saat aktif di Polri, sejumlah jabatan pernah dia pegang, seperti Kapolsek Kelari, Kapolres Cianjur, Kapolres Tasikmalaya dan Kapolwil Malang. Selain itu sejak tahun 1992 hingga tahun 2000, dia pernah menjadi anggota DPR/MPR dari Fraksi TNI dan Polri.
Pada tanggal 16 Desember 2003, Taufiequrachman Ruki dilantik menjadi Ketua KPK. Di bawah kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai katalisator (pemicu atau trigger) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah "good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia. Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001, walaupun Taufiequrachman konsisten, dia tetap mendapat kritik dari berbagai pihak tentang dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Taufiequrachman mengemukakan data hasil survei Transparency Internasional mengenai penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap pelayanan publik di Indonesia. Hasil survei itu memberikan nilai IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Lebih lanjut disampaikan, survei terbaru Transparency International yaitu "Barometer Korupsi Global", menempatkan partai politik di Indonesia sebagai institusi terkorup dengan nilai 4,2 (dengan rentang penilaian 1-5, 5 untuk yang terkorup). Di Asia, Indonesia menduduki prestasi sebagai negara terkorup dengan skor 9.25 (terkorup 10) di atas India (8,9), Vietnam (8,67), Filipina (8,33) dan Thailand (7,33).
Pada tahun 2007 Taufiequrachman Ruki digantikan oleh Antasari Azhar sebagai Ketua KPK.
4. KPK di bawah Antasari Azhar (2007-2009).
Lahir di Pangkal Pinang, Bangka Belitung, pada 18 Maret 1953. Mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri I Belitung sebelum menyelesaikan pendidikan SMP dan SMA-nya di Jakarta. Enam tahun di Jakarta, Antasari kembali ke Palembang ketika mengikuti jenjang perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya. Selama masa kuliah itu, Antasari tergolong mahasiswa yang gemar berorganisasi. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Senat Fakultas Hukum dan Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas Sriwijaya.
Beliau meraih gelar magister hukumnya di STIH “IBLAM” di Commercial Law New South Wales University Sidney pada 1996 dan Investigation For Environment Law, EPA, Melbourne pada tahun 2000.
Pada 5 Desember 2007, Komisi III DPR melalui voting, memutuskan Antasari untuk memegang tampuk Pimpinan KPK periode 2007-2011 bersama empat orang lainnya. Ketika itu sebenarnya suara Antasari berada di bawah perolehan suara Chandra M. Hamzah. Namun pada saat babak kedua untuk memilih Ketua KPK, Antasari yang kemudian berhasil meraih suara terbesar dengan mengalahkan Chandra M. Hamzah.
Antasari Azhar dilantik sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari selasa, 18 Desember 2007 setelah terpilih lewat pemungutan suara di DPR. Pengucapan sumpahnya sebagai Pimpinan KPK periode 2007- 2011 dilakukan di hadapan Presiden Republik Indonesia di Istana Negara.
Sejak dilantik menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar tak pernah lepas dari sorotan khalayak. Banyak kalangan tak yakin, KPK di bawah kendali mantan Direktur Penuntutan pada JAM Pidum Kejagung itu bisa bekerja profesional.
Namun, dalam hitungan hari, Antasari berhasil membalikkan opini publik yang meragukan kinerjanya. Di antara kasus-kasus korupsi yang berhasil diungkap pada zaman Antasari Azhar adalah :
1. Mantan Kapolri Rusdihardjo. Ditahan sejak 16 Januari 2008 di Rutan Brimob Kelapa Dua. Terlibat kasus dugaan korupsi pada pungli pada pengurusan dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai Duta Besar RI di Malaysia sebesar 6.150.051 ringgit Malaysia atau sekitar Rp15 miliar.
2. Direktur Hukum BI Oey Hoey Tiong dan mantan Kepala Biro BI Surabaya Rusli Simanjuntak. Ditahan KPK sejak 14 Februari 2008 Oey Hoey Tiong ditahan di Rutan Polda Metro Jaya Rusli Simanjuntak ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua. Kedua petinggi BI ini ditetapkan tersangka dalam penggunaan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar.
3. Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah. Ditahan sejak 10 April 2008 di Rutan Mabes Polri. Burhanuddin diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar Rp 100 miliar.
4. Aulia Pohan, besan Presiden SBY. Aulia Pohan ditahan sejak Kamis 27 November 2008. Dia bersama tersangka lain diduga terlibat dalam pengucuran dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp100 miliar.
5. Jaksa Urip Tri Gunawan dan Arthalita Suryani. Jaksa Urip dan Arthalita ditangkap pada 2 Maret 2008. Urip ditahan di Rutan Brimob Kelapa Dua, Arthalita ditahan di Rutan Pondok Bambu. Jaksa Urip tertangkap tangan menerima 610.000 dolar AS dari Arthalita Suryani di rumah obligor BLBI Syamsul Nursalim di kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Urip di vonis ditingkat pengadilan Tipikor dan diperkuat ditingkat kasasi di Mahkamah Agung selama 20 tahun penjara. Sedangkan Arthalita di vonis di Tipikor selama 5 tahun penjara.
6. Pimpro Pengembangan Pelatihan dan Pengadaan alat pelatihan Depnakertrans Taswin Zein. Ditahan 12 Maret 2008 di Rutan Polda Metro Jaya. Taswin diduga terlibat dalam kasus penggelembungan Anggaran Biaya Tambahan (ABT) Depnakertrans tahun 2004 sebesar Rp 15 miliar dan Anggaran Daftar Isian sebesar Rp 35 miliar.
7. Mantan Gubernur Riau Saleh Djasit (1998-2004). Ditahan sejak 20 Maret 2008 di Rutan Polda Metro Jaya. Saleh yang juga anggota DPR RI (Partai Golkar) ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2007 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran senilai Rp 15 miliar. Saleh Djasit telah di vonis Pengadilan Tipikor selama 4 tahun penjara.
8. Mantan gubernur Jawa Barat Danny Setiawan dan Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Damkar. Danny Setiawan ditahan KPK pada 10 November 2008.
9. Anggota DPR RI (PPP) Al Amin Nur Nasution dan Sekda Kabupaten Bintan Azirwan. Ditangkap tanggal 9 April 2008. Saat tertangkap ditemukan Rp 71juta dan 33.000 dolar Singapura. Dia ditangkap bersama tiga orang lainnya di Hotel Ritz Carlton.
10. Anggota DPR RI (Partai Golkar) Hamka Yamdhu dan mantan Anggota DPR RI (Partai Golkar) Anthony Zeidra Abidin. Ditahan pada 17 April 2008. Mereka diduga menerima Rp 31,5 miliar dari Bank Indonesia.
11. Bupati Lombok Barat Iskandar dan Dirut PT Varindo Lombok Inti Izzat Husein ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi tukar guling (ruilslag) bekas kantor lama bupati Lombok Barat.
12. Mantan Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) Ranendra Dangin ditahan KPK pada Kamis, 8 Januari 2009 di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur. Rendra dijadikan tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula pasir putih yang dilakukan atas kerja sama antara PT RNI dan Bulog.
Tersangka lain setelah Antasari Azhar ditahan di Mapolda Metro Jaya : -
1. Haryadi Sadono, mantan General Manager PLN Distribusi Jawa Timur yang sekarang menjabat Direktur PLN Distribusi Luar Jawa, Madura, dan Bali, ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (5/5/09) dalam kasus dugaan korupsi PLN Distribusi Jawa Timur.
2. KPK menahan mantan Gubernur Sumatra Selatan (Sumsel) Syahrial Oesman, Senin (11/5/09) dalam kasus kasus korupsi proyek pelabuhan Tanjung Api-api, Sumsel. Syahrial ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur.
Dan masih banyak kasus korupsi lain yang berhasil diungkap dan dipersidangkan pada zaman beliau.
Pada 14 Maret 2009, Antasari terjerat kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Dirut PT. Putra Rajawali Banjaran yang tertembak mati usai bermain golf di Padang Golf Moderland, Cikokol, Tanggerang.
Pada 11 Oktober 2009, sesuai dengan Keputusan Presiden No. 78/P Tahun 2009, Antasari diberhentikan dari posisinya sebagai ketua merangkap anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2007-2011.
5. Konsep Pemberantasan Korupsi.
5.1. Carrot and Stick (kecukupan dan hukuman).
Carrot adalah pendapatan netto untuk pegawai negeri, baik sipil maupun TNI dan polisi yang jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan, jabatan, martabat, dan pengetahuannya.
Stick adalah hukuman yang berat bila carrot sudah dipenuhi tapi masih bertindak korupsi.
Keberhasilan konsep ini telah dibuktikan oleh Singapura. Dan sekarang sedang berlangsung di China.
5.2. Sistem Penggajian (salary system).
Sistem penggajian ini harus dibenahi yang sesuai dengan merit system (sistem penilaian jasa). Yang tingkat pekerjaan serta tanggung jawabnya lebih berat harus mendapatkan pendapatan netto yang lebih besar.
5.3. Perampingan Birokrasi.
Bila suatu birokrasi disusun sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai tujuan yang optimal, maka jumlah PNS dapat diperkecil. Pengeluaran untuk gaji, ruang kerja, ATK, listrik, biaya perjalanan dan sebagainya akan dapat diperhemat dalam jumlah yang besar.
5.4. Kritik.
Dalam kabinet Gus Dur tidak sedikit menteri dan anggota DPR yang langsung saja mengkritik dengan tajam. Di saat sebagian besar rakyat hidup dalam kemiskinan, pemerintah malah menaikkan pendapatan bersih untik dirinya sendiri sampai standar internasional.
Juga dikatakan bahwa dalam lingkungan Departemen Keuangan pernah dicoba meningkatkan pendapatan bersih hingga 10 kali lipat, tapi ternyata masih korup.
Menanggapi kritikan ini, Kwik Kian Gie (Menko Ekuin pada saat itu) mangatakan bahwa hal itu terjadi karena yang masioh berkorupsi tidak diapa-apakan. Jadi carrot-nya diberikan, tapi stick-nya tidak diterapkan.
5.5. Alternatif lain.
6. Dasar hukum KPK
Yang menjadi dasar hukum KPK antara lain :
- UU RI nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Keppres RI No. 73 Tahun 2003 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN.
- UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
- PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- PP RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Daftar Pustaka.
http://www.kpu.go.id/
http://www.antikorupsi.org/
http://id.wikipedia.org/wiki/kpu/
http://id.wikipedia.org/wiki/kpk/
Kwik Kian Gie, Pemberantasan Korupsi untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran, Kesejahteraan, dan keadilan. 2003.
Gayo, Iwan. Buku Pintar, Jakarta : Pustaka Warga Negara, 2001.
Transparecy International Indonesia.
Indonesia Corruption Watch.
Daftar Kasus Korupsi di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar